Satu Rekening Untuk Berbagai Jenis Instrumen Investasi - Call Center: (021) 1500-688

Tuesday 22 September 2015

JAKARTA - Geliat realisasi proyek infrastruktur pemerintah mulai tampak. Efek domino sektor konstruksi diharapkan segera menjadi penolong perlambatan ekonomi nasional sekaligus menopang kinerja BUMN konstruksi.
Hal ini tercermin dalam perolehan kontrak baru emiten konstruksi pelat merah yang melonjak 37,4% menjadi Rp4,73 triliun pada Agustus 2015 dari bulan sebelumnya Rp3,44 triliun.
Sepanjang Januari-Agustus 2015, total kontrak baru yang di  raih keempat badan usaha milik negara (BUMN) itu melesat 52,9% menjadi Rp48,07 triliun dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya Rp34,78 triliun.
Lonjakan tertinggi secara bu -lanan berturut-turut diraih PT Waskita Karya (Persero) Tbk., PT Wijaya Karya (Persero) Tbk., PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk., dan PT Adhi Karya (Persero) Tbk.
Dari kontrak baru yang dikantongi Waskita Karya, misalnya, kontribusi kontrak baru dari proyek pemerintah naik dari 37,7% pada Juli 2015 menjadi 40% pada bulan lalu. “Nilai kontrak baru per 11 September mencapai Rp16,5 triliun, per Agustus Rp11,1 triliun,” ujar Sekretaris Perusahaan Waskita Karya Antonius Y. Nugroho kepada Bisnis.com.
Perseroan bahkan merevisi naik target kontrak baru sebesar 36% dari Rp22 triliun menjadi Rp30 triliun pada tahun ini. Perolehan kontrak baru emiten berkode saham WSKT itu per Agustus 2015 mencapai Rp1 triliun, melonjak 100% dari bulan sebelumnya Rp500 miliar.
Setali tiga uang, realisasi kontrak baru Adhi Karya yang berasal dari proyek APBN mulai menanjak. Hingga bulan lalu, komposisi kontrak baru dari pemerintah tercatat mencapai 26% dari total keseluruhan kontrak, sementara pada bulan sebelumnya hanya 21%.
PROYEK PEMERINTAH
Emiten berkode saham ADHI tersebut mengantongi kontrak baru Rp7,8 triliun dengan total tender yang diikuti Rp35,2 triliun. Segmentasi sumber dana proyek itu terdiri dari swasta lainnya sebanyak 43%, BUMN sebesar 13%, dan APBN/APBD sebesar 44%.
Sementara itu, Sekretaris Perusahaan Wijaya Karya Suradi mengatakan perolehan kontrak baru perseroan telah mencapai Rp14,3 triliun per Agustus 2015.
Proyek dari APBN terlihat mulai menanjak bila dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya. “Sebenarnya sudah mulai banyak, hanya belum selesai proses tender. Saat ini porsi proyek pemerintah masih mendominasi sekitar 50%,” paparnya.
Bambang Triwibowo, Direktur Utama Pembangunan Perumahan, mengatakan perolehan kontrak baru perseroan sampai akhir bulan lalu telah mencapai Rp16 triliun. Total order book tercatat mencapai Rp45 triliun termasuk carry over Rp29 triliun.
Perolehan kontrak baru itu telah mencapai 59% dari total target sepanjang tahun ini senilai Rp27 trilun. Sejumlah anggaran proyek infrastruktur dari pemerintah yang digarap oleh PTPP sudah mulai dicairkan.
Mengacu pada riset PT Danareksa Sekuritas (Persero) yang dipublikasikan pada Senin (21/9), kontrak baru emiten pelat merah mulai meningkat bila ditinjau secara bulanan.
Ke depan, Danareksa optimistis PTPP dan WSKT dapat mempertahankan kinerja, sedangkan ADHI akan unggul setelah mendapatkan kejelasan proyek light rapid transit (LRT).
"WIKA, biar bagaimana pun mungkin harus terus berjuang dari lemahnya kinerja Wika Beton. Danareksa menetapkan kembali sektor konstruksi BUMN pada overweight," seperti dikutip dari riset tersebut.
Sementara itu, menurut riset PT CIMB Securities Indonesia, setelah pada paruh pertama tahun ini sedikit melambat, proyek infrastruktur pemerintah mulai menggeliat pada semester II/2015.
Perolehan kontrak baru emiten BUMN mulai menanjak setelah sejumlah emiten mendapatkan suntikan modal dari pemerintah. Kesuksesan rights issue yang dilakukan dua emiten yakni ADHI dan WSKT, tampaknya berdampak positif untuk menggenjot proyek infrastruktur.
Secara keseluruhan, perolehan kontrak baru empat BUMN itu sepanjang delapan bulan tahun ini berada pada jalur tepat menuju target tahun ini. Semoga saja, momentum positif ini berlanjut sehingga berdampak baik bagi perekonomian nasional ke depan.

Wednesday 2 September 2015

Kinerja BMRI vs IHSG
  • BMRI melemah -16.9% dibanding IHSG -14.78% (YoY)
  • Relatifitas pergerakan vs IHSG (beta) sebesar 1.52

Dengan pelemahan harga ini, berapa valuasi dan ekpektasi harganya?
History laba per saham (EPS) dan rentang PER valuasi:


  • Baik harga termahal maupun termurah terlihat naik terus 
  • Kenaikan harga tersebut diantaranya didukung oleh pertumbuhan laba persaham yang bagus
  • Pasar menghargai BMRI secarta relatif pada PER 9 – 14x
  • Dengan acuan PER diatas dan prediksi EPS 2015 & 2016 masing2 930 dan 1054, target harga beli-jualnya menjadi 8.370 (PER 9x; EPS 930). Dan jualnya saat earning season 2016 (april-mei) yaitu 14.756 (PER 14x; EPS 1054)

Salam Investasi!

Tuesday 1 September 2015

Memang terjadi kesimpangsiuran di pasar akan naik atau tidaknya Fed Rate, ini menjadi isu negatif dan menggerogoti kinerja Index.
Baik yang pro naik maupun yang kontra naik, masing-masing mempunyai alasan dan asumsi tersendiri. Yang PRO naik sudah jauh-jauh hari melepas sahamnya,
sedangkan KONTRA naik malah sudah mulai mencicil beli saham,  hitung-hitung harga sudah murah.

Tidak bermaksud mempengaruhi pendapat Bapak/Ibu investor sekalian, saya hanya sedikit sharing sedikit info tentang berapa besar kemungkinan Fed Rate naik.



Mengenai pro konta diatas, setidaknya kita punya 2 skenario keadaan:
  1. Fed Rate Naik – efek kenaikan ini berakibat pasar saham melemah, terjadi aliran dana ke safe haven dolar
  2. Fed Rate Tetap – kemungkinan pelemahan index sudah priced in dan IHSG akan relatif menguat atau bergerak sementara di level 4200-4600. Namun perlu diingat, aksi akumulasi saham big players biasanya dimulai akhir tahun (sept-nov) untuk antisipasi laporan keuangan Q1 2016
Apa yang benar nanti pasarlah yang membuktikan.